ADAB DAN CARA BERDOA
ADAB DAN CARA BERDOA
Oleh
Lukluk Ulfiana, M.Pd.I
A.
ADAB DALAM BERDOA
Dalam berdoa’a seorang muslim mempunyai tata
cara dan sikap yang harus dilaksanakan agar tujuan berdoa dan segala yang
diinginkan hajat nya diterima dan di qobulkan Allah s.w.t
Diantara adab yang harus
dilakukan sbb:
1. Memulai
berdoa dengan memuji Allah dan bershalawat atas Nabi Muhammad saw. Hal ini
didasarkan pada riwayat Fudhalah bin Ubaid. Rasulullah saw bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ
فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ.)رواه الترمذى(
“Apabila salah seorang
di antaramu berdoa, hendaklah ia memulai dengan mengagungkan dan memuji Allah, kemudian bershalawat untuk Nabi saw, setelah
itu berdoa dengan doa yang dikehendaki.” (HR. at-Tirmidzi).
Al-Albani
berkata hadits ini shahih (al-Jami’ al-Shaghir Waziyadatuh,I/65)
2. Dalam berdoa hendaklah dengan
merendahkan diri dan dengan suara perlahan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an
surat al-A'raf (7): 55
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ
تَضَرُّعًا وَ خُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas".( QS. al-A'raf (7): 55)
3. Ketika akan mengakhiri doa hendaklah
menutup dengan hamdalah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an
surat Yunus (10): 10:
...
وَءَاخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“... dan
penutup doa mereka adalah “al-hamdulillahi Rabbil-‘aalamiin”.( Yunus (10): 10)
4. Ketika berdoa dianjurkan dengan
mengangkat tangan. Anjuran ini didasarkan pada hadits berikut ini:
عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ أَنْ يَرْفَعَ
إِلَيْهِ يَدَيْهِ فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا أَوْ قَالَ خَائِبَتَيْنِ (رواه ابن
ماجه)
“Dari Salman dari Nabi saw beliau bersabda: Sesungguhnya
Tuhanmu adalah "sangat malu" lagi Maha Pemurah, Dia merasa malu
kepada hamba-Nya yang menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya, kemudian
ditolak-Nya sama sekali atau sia-sia." (HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)
Al-Albani berkata hadis ini shahih (Shahih Ibn Majah,
II/331)
Tentang mengangkat tangan dalam berdoa, ulama berbeda pendapat. Pertama, sebagian ulama
mengatakan hanya boleh dalam shalat istisqa’. Kedua, sebagian yang lain tidak
membolehkan dalam semua doa. Ketiga, boleh mengangkat tangan dalam semua doa.
(Abd al-Razaq bin Abd al-Muhsin al-Badar, Fiqh al-Ad’iyah wa
al-Adzkar,II/178)
Masalah perbedaan pendapat ini bersumber pada hadits Anas
berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ
نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ
دُعَائِهِ إِلاَّ فِي اْلاِسْتِسْقَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ [رواه
مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895]
Dari Anas, bahwa Nabi
saw tidak
mengangkat kedua tangannya sedikitpun ketika berdoa, kecuali dalam istisqa’ (mohon air hujan) hingga
terlihat putih kedua ketiaknya.”[Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Shalat al-Istisqa,No 5/895]
Berdasarkan kedua dalil tersebut tampak adanya ta’arud (pertentangan). Satu hadis menganjurkan angkat tangan dalam berdoa,
sementara hadis yang lain menunjukkan tidak adanya perintah mengangkat tangan
kecuali pada shalat istisqa. Karena pada dalil-dalil tersebut tampak adanya ta’arud, maka untuk mengambil
keputusan perlu menggunakan metode al-jam’u wa at-taufiq (mengumpulkan dan
mengkompromikan) antara kedua dalil yang tampak bertentangan tersebut.
As-Shan’aniy, dalam kitabnya (Subulus-Salam, IV/218)
menjelaskan; bahwa hadis-hadis tentang mengangkat tangan, menunjukkan bahwa
mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah mustahabb (dianjurkan), dan hadis-hadis
yang memerintahkan agar mengangkat kedua tangan ketika berdoa jumlahnya cukup
banyak. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Anas, yang menyatakan bahwa Nabi
saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali hanya ketika
dalam istisqa’, dia menjelaskan bahwa
yang dimaksudkannya ialah al-mubalaghah fi ar-raf’i (melebihkan dalam
mengangkat kedua tangan), yaitu mengangkat kedua tangannya dengan amat tinggi,
dan yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali ketika berdoa dalam istisqa’.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dua
hadits tersebut tidaklah bertentangan (ta’arud), sebab kedua hadits
tersebut masih dapat di-taufiq-kan (dikompromikan).
Kesimpulan :
Mengangkat kedua tangan ketika berdoa
adalah sunnah atau mustahab, dan tidak perlu mengangkat tinggi-tinggi, kecuali
pada waktu istisqa’. Adapun maksud dari
hadits Anas yang menunjukkan bahwa Nabi saw ketika berdoa tidak mengangkat
kedua tanganya kecuali dalam shalat istisqa’ adalah tidak
berlebih-lebihan dalam mengangkat tangan. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam
berdoa kita dianjurkan untuk mengangkat tangan, tetapi tidak berlebih-lebihan
tingginya.
CARA MENGANGKAT TANGAN DALAM BERDOA
Setelah kita memahami bahwa mengangkat tangan saat berdo’a itu sunnah Rasulullah,
maka sekarang bagaimana cara mengangkat tangan tersebut ?
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dengan sanad
yang shahih baik secara marfu’ maupun mauquf berkata :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ الْمَسْأَلَةُ أَنْ تَرْفَعَ يَدَيْكَ حَذْوَ مَنْكِبَيْكَ أَوْ نَحْوَهُمَا
وَالاِسْتِغْفَارُ أَنْ تُشِيرَ بِأُصْبُعٍ وَاحِدَةٍ وَالاِبْتِهَالُ أَنْ
تَمُدَّ يَدَيْكَ جَمِيعًا
“Berdo’a untuk meminta sesuatu adalah dengan cara engkau mengangkat kedua
tanganmu sejajar dengan pundak, adapun kalau saat beristighfar maka engkau
mengisyaratkan dengan satu jari, adapun kalau meminta sesuatu dalam keadaan
sangat kepepet maka engkau angkat semua tanganmu keatas.”HR. Abu Dawud: 1491,
dan dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Sunan Abu Dawud, I/553).
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari hadis Ibnu Abbas tersebut :
“Telah datang beberapa hadits dari perbuatan Rasulullah yang menerangkan
keadaan setiap doa’, yaitu :
Keadaan berdo’a untuk meminta
sesuatu maka caranya mengangkat
kedua tangan sejajar dengan kedua pundak dengan mengumpulkan kedua telapak
tangannya, membentangkan bagian depan telapak tangannya ke arah langit dan
punggungnya ke arah bumi, dan kalau dikehendaki bisa dihadapkan ke arah
wajahnya sedangkan punggungnya menghadap kiblat. Ini adalah cara mengangkat
tangan yang biasa dilakukan dalam do’a, witir, dan saat-saat do’a pada waktu
menjalankan ibadah haji yaitu di Arafah, Masy’aril Haram, setelah melempar
jumroh shughro dan wushtho serta saat berada di atas bukit shofa dan marwa juga
do’a-do’a lainnya.
Tatkala istighfar, caranya dengan mengangkat
jari telunjuk tangan kanan. Cara ini khusus dilakukan saat dzikir dan berdo’a dalam khutbah, juga saat
tasyahud serta saat berdzikir, memuji dan mengagungkan Alloh Ta’ala di luar shalat.
Saat benar-benar
merendahkan diri pada Allah Ta’ala untuk meminta sesuatu
dengan sangat atau dalam keadaan sangat
kepepet,
caranya
adalah dengan mengangkat seluruh tangan ke langit sehingga terlihat putih ketiaknya karena
saking tingginya saat mengangkat tangan. Cara ini lebih khusus dari
pada dua cara sebelumnya, dan hanya digunakan untuk saat-saat genting dan
rumit, seperti masa paceklik, diserang musuh, ada musibah atau lainnya. (Abd al-Razaq bin Abd
al-Muhsin al-Badar, Fiqh al-Ad’iyah wa
al-Adzkar,II/176-177
dengan beberapa penyesuaian)
Ketiga cara ini harus
digunakan pada saatnya yang tepat.”
TENTANG MENGUSAP MUKA SETELAH BERDOA
Tidak ada satu pun hadis
yang sahih tentang mengusap muka dengan kedua telapak tangan setelah berdoa.
Semua hadisnya sangat lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai hujjah(dalil). Di antara hadis
tentang mengusap muka adalah sbb:
Hadits pertama:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِى الدُّعَاءِ لَمْ يَحُطُّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهَمَا وَجْهَهُ
Artinya: Dari Umar bin al-Khattab radiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa-sallam mengangkat tangannya dalam berdoa. Beliau tidak
mengembalikan kedua tangannya sehingga mengusap wajahnya (HR.al-Tirmidzi)
Hadis di atas ini adalah hadis lemah karena sanad hadis ini berasal dari Hammad
bin Isa al-Juhani. Nama lengkap beliau ialah: Hammad bin Isa bin Ubaid bin
at-Thufail al-Juhani al-Wasiti al-Basri. Dia seorang perawi yang sangat lemah.
Sheikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata: Perawi seperti dia
adalah lemah sekali. Maka hadisnya tidak boleh dihasankan, dengan demikian sama
sekali tidak boleh dishahihkan. (Lihat: Irwa al-Ghalil fii Takhrij Ahadis Manaris Sabil. II/433)
Hadits kedua:
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَا دَعَوْتَ اللهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ
، وَلاَ تَدْعُ بِظُهُوْرِهَا ،
فَاِذَا فَرَغْتَ فَامْسَحْ بِهِمَا وَجَهَكَ
Artinya: Dari Ibn Abbas, beliau berkata: Bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa-sallam: Jika engkau berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan telapak tanganmu,
janganlah berdoa dengan kedua-dua belakangnya. Maka setelah selesai, sapulah
wajahmu dengan kedua tanganmu”. (Hadis Riwayat Ibnu Majah dalam Sunan. 1/373. Hadis No. 1181)
Komentar
Posting Komentar